12/10/09

Wahabi, Sebuah Bantahan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Berikut ini saya sajikan sebuah artikel yang membahas tentang bantahan terhadap tuduhan wahabi kepada para pendakwah Tauhid. Artikel ini saya kelompokkan dalam dua bagian, dengan judul “Wahabi, sebuah bantahan”. Selamat membaca semoga bermanfa’at bagi kita semua.
Dikutip dari tulisan :
Apakah wahabi itu?
Oleh : Ust.Ali Musri Semjan Putra, Lc.MA
Kandidat Doktor Universitas Islam Madinah

Apakah Wahabi itu ?
Pertanyaan yang amat singkat diatas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa point berikut :
1. Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
2. Kepada siapa dituduhkan gelar wahabi tersebut
3. Pokok-pokok landasan da’wah yang dicap sebagai wahabi.
4. Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap da’wah ahlussunnah wal jama’ah
5. Ringkasan dan penutup.

Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan Wahabi
Dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatar belakanginya. Yang ingin kita tinjau disini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek aqidah secara khusus.
Dari segi aspek politik Jazirah Arab berada dibawah keluasan yang terpecah-pecah, terlebih khusus daerah Najd, perebutan kekuasaan selalu terjadi disepanjang, waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.
Para penguasa hidup dengan memungut upeti darai rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau da’wah yang dapat menggoyang kekuasaan mereka. Begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan obyek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama dengan benar. Dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang coba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar.

Dari segi aspek agama, pada abad [12H/17H] keadaan keberagamaan umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri. Terutama dalam aspek aqidah, banyak sekali disana sini praktek-praktek syirik atau bid’ah. Para ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari fihak yang menentang karena jumlah mereka begitu banyak. Disamping itu pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentigan duniawi dibelakang itu. Sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan ditengah-tengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses ini, diamana aliran-aliran sesat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada sa’at itu Najd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa dimasa itu pengaruh keagamaan melemah ditubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim dikalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga praktek-praktek syirik terjadi disana sini, seperti, meminta kekuburan wali-wali, meminta kebebatuan, pepohonan dengan memberikan sesajian, mempercayai dukun, tukang tenun dan peramal. Salah satu daerah di Najd ada namanya kampung Jubailiyah disitu terdapat kuburan shahabat Zaid bin Khathab [saudara Umar bin Khathab] yang syahid dalam peperangan melawan Musailimah Al Kadzab. Orang-orang berbondong-bondong kesana untuk meminta berkah dan meminta berbagai hajat. Begitu pula dikampung Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah disitu, termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta disana.

Adapun daerah Hijaz [Mekah dan Madinah] sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Disini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok, membangun kubah-kubah diatas kuburan dan berdo’a disana untuk mendapatkan kebaikan atau menolak mara bahaya dan lain sebagainya [ref kitab Raudhatul Afkar oleh: Ibnu Qhanin].
Begitu pula negeri-negeri sekitar Hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab. Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam ktabnya “Qawa’id arba “:”Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi mereka ikhlas pada sa’at menghadapi bahaya. Sedangkan kesyirikan pada jaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik disa’at aman apalagi sa’at mendapat bahaya”

Pada abad [12H/17M] lahirlah seorang pembaharu dinegeri Najd yairu, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dari Qabilah Bani Tamim. Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah saw dalam sabda beliau :”Bahwa mereka [yaitu Bani Tamim] adalah umatku yang terkuat dalam menentang Dajjal” [HR.Bukhari no 2405, Muslim no 2525].
Pada tahun 1115H di Uyainah [salah satu perkampungan didaerah riyad] beliau lahir dalam lingkungan kekuarga ulama. Kakek dan bapaknya merupakan ulama yang terkemuka dinegeri Najd. Sebelum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal Al Qur’an. Beliau memulai petualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya. Dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi, beliau berpetualang keberbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu, seperti: Basrah dan Hijaz. Sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu dimana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun kemedan da’wah.
Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin abdul wahab dalam kitabnya “Ushul Tsalasah”: ”Ketahuilah semoga allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah : pertama Ilmu yaitu mengenal allah, mengenal nabi-Nya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil”kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berda’wah, beliau sebutkan ungkapan Imam Al Bukhari : “bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya firman Allah :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ (١٩)

19. Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.


Setelah beliau kembali dari petualangan ilmu, beliau mulai berda’wah dikampung Huraimilak dimana ayah kandung beliau menjadi qadhi [hakim]. Disamping berdakwah beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau meninggal pada tahun 1153 H, beliau semakin gencar menda’wakan tauhid. Ternyata kondisi dan situasi Huraimilak kurang menguntungkan da’wah. Selanjutnya beliau pindah ke Uyainah, ternyata penguasa Uyainah sa’at itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa. Namun akhirnya penguasa Uyainah mendapat tekanan dari berbagai fihak, akhirnya beliau pindah lagi dari Uyainah ke Dir’iyah. Ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murids beliau, termasuk sebagian diantara murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah. Akhirnya timbul inisiatif dari sebagian murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’iyah tentang kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat dimana Syaikh Muhammad bin abdul wahab menumpang. Maka disitu terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa diantara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama allah. Dengan mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh aqidah kebakaran jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap da’wah tauhid.


Kepada Siapa dituduhkan gelar Wahabi
Hari demi hari da, wah tauhid semakin tersebar, mereka para musuh da’wah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong, supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju da’wah tauhid tersebut. Diantara fitnah yang tersebar adalah sebutan “wahabi” untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan anak duri dalam menapaki perjalanan da’wah termasuk para nabi sekalipun. Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau “Kasyfus Syubuhaat”: “Ketauhilah olehmu, bahwa sesungguhnya diantara hikmah Allah ta’ala, tidak diutus seorang nabipun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah ta’ala :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١١٢)

112. dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.

Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorangpun diantara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya. Bahkan diantara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita Muhammad saw diusir dari tanah kelahirannya. Beliau dituduh sebagai orang gila, tukang sihir dan penyair. Begitu pula para ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjara, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka dihadapan manusia, supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qasyim : “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim [seorang penentang da’wah tauhid] telah sampai kepada kalian, lalu sebagian diantara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis, yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku. Seperti tuduhannya :
a. Bahwa saya mengingkari kitab-kitab madzab yang empat.
b. Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memilki ilmu.
c. Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
d. Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antar ulama adalah bencana.
e. Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawasul dengan orang-orang shaleh.
f. Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran Ka, bah dengan pancuran kayu.
g. Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang dibangun diatas kuburan Rasulullah saw.
h. Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
i. Bahwa saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah.
Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah : “sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata.”
Lalu belaiu tutup dengan firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (٦)

6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Baca jawaban untuk berbagai tuduhan diatas dalam kitab-kitab berikut : Mas’ud An Nadawy “Muhamamad bin abdul Wahab Muslih Mazhlum”, Abdul aziz Al Abdullathif “Da’awy Munaawi-iin Li Da’wah Muhammad bin Abdil Wahab”, Sholeh Fauzan “Min A’laam Al Mujaddidiin”, dan lain-lain.>Selanjutnya,
bersambung di artikel Wahabi sebuah bantahan dua..

4 komentar:

Djoen d'javanese mengatakan...

Assalamu'alaikum wr wb
pada semua pembaca artikel ini, saya mohon ma'af atas kesalahan pengetikan beberapa kata diatas, bukan karena sengaja tapi kealpaan..
Sukran !

Anonim mengatakan...

Bahwa sesungguhnyalah kita diwajibkan menuntut ilmu sampai akhir hayat kita,jika kita sibuk menuntut ilmu sampai akhir hayat kita, kita tidak akan pernah sempat bahkan tersirat dihati kita untuk me'Wahabikan' seorang ulama salaf, yaaa Allah bagiMu Sajalah Segala Puji, Sepenuh Langit & Bumi,Sepenuh Sesuatu yg Engkau Kehendaki Setelah Itu, terimakasih atas keterangannya, semoga Allah SWT meRahamati Anda...amiiin...

enjang ahmad maulana mengatakan...

jazakallah khoir. semoga catatan ini bermanfaat bagi sebagian ikhwan yang masih ketakutan dengan setempel wahabi.semoga kita mendapat Allah merahmati kita semua Amien ..

enjang ahmad maulana mengatakan...

maaf salah tik.semoga Allah merahmati kita semua Amien

Posting Komentar

Sukran, mari menambah wawasan keislaman.

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template