بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Sesungguhnya Ahlus sunnah wal Jam’ah berjalan diatas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam i’tiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi’in dan para pengikut mereka yang setia.
Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut :
Prinsip Pertama : beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, hari akhir dan taqdir baik dan buruk.
1. Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beri’tiqad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa-ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyah adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rejeki, menghidupkan dan mematikan, dan bahwasannya Dia itu adalah raja dan penguasa segala sesuatu. Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari’atkan oleh-Nya seperti berdo’a, takut, rojaa’[harap], cinta, dzab [penyembelihan], nadazar [janji], istiáanah [minta pertolongan], al-istighosah [minta bantuan], al-isti,adzah [meminta perlindungan], sholat, shoum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya. Sedangkan makna tauhid al-asma wa-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa tasybiih [penyerupaan], tahrif [penyelewengan], ta’thil [penafian], dan tanpa takwil :
قَوْمَ فِرْعَوْنَ أَلا يَتَّقُونَ (١١)
11. (yaitu) kaum Fir'aun. mengapa mereka tidak bertakwa?"
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٨٠)
180. hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
[585] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.
2. Iman kepada para Malaikat-Nya
Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasannya mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah menciptakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya didunia ini :
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (٢٦)
26. dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha suci Allah. sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan[957],
[957] Ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah.
لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (٢٧)
27. mereka itu tidak mendahului-Nya dengan Perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَاعِلِ الْمَلائِكَةِ رُسُلا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١)
1. segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
3. Iman kepada kitab-kitab-Nya
Yakni membenarkan adanya kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah [petunjuk] dan cahaya serta mengimani bahwasannya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasannya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, injil dan Al-Qur’an dan diantara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur’an yang merupakan mukjizat yang agung.
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (٨٨)
88. Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
Dan Ahlussunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Al-Qur’an itu adalah kalam [firman] Allah, dan dia bukanlah makhluk baik huruf maupun artinya. Berbeda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan MU’tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk baik huruf dan maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asyaaírah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam [firman] Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil :
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ (٦)
6. dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
4. Iman kepada para Rasul
Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak, dari yang pertama sampai yang terakhir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad saw. Artinya pula beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasannya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya, maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhannya sebagaimana yang difirmankan Allah
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٣٠)
30. orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
Sedangkan orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah merendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka. Sedangkan kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah kafir terhadap nabi Isa as dan Muhammad saw, sedangkan orang-orang Nasahara telah kafir kepada nabi Muhammad saw. Dan orang-orang yang mengimani sebagian mengingkarai sebagian darai para rasul Allah, maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا (١٥٠)
150. Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan[373] antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
[373] Maksudnya: beriman kepada Allah, tidak beriman kepada rasul-rasul-Nya.
أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (١٥١)
151. merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٢٨٥)
285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."
5. Iman kepada hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan nikmat kubur, hari kebangkitan dari kubur, dan hari berkumpulnya manusia dipadang mahsayar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatan dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan [sirat], serta surga dan neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat [jahat] serta bertaubah dari padanya. Dan telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimanai hal ini dengan keimanan yang benar sesuai dengan tuntunan walau mereka beriman akan adanya hari akhir :
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (١١١)
111. dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ (٨٠)
80. dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?"
6. Iman kepada Takdir
Yakni beriman bahwasannya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan tang akan terjadi, menentukkan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz dan bahwasannya segala sesuatu yang terjadi baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’siayat, itu telah dikehendaki ditentukan dan diciptakan-Nya dan bahwasannya Allah itu mencintai keta’atan dan membenci kema’shiyatan. Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka kepada keta’atan atau ma’shiyat akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerajaan-pekerjaannya tidak memilki pilihan dan kemampuan, sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasannya hamba itu memilki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasannya dialah yang menciptakan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah :
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (٢٩)
29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai bantahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepad taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi berbagai cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji, bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
Prinsip Kedua
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah : bahwasannya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kema’syiatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah [mengetahui] dan menyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (١٤)
14. dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (٣٣)
33. Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah[469].
[469] Dalam ayat ini Allah menghibur Nabi Muhammad s.a.w. dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrikin yang mendustakan Nabi, pada hakekatnya adalah mendustakan Allah sendiri, karena Nabi itu diutus untuk menyampaikan ayat-ayat Allah.
وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ (٣٨)
38. dan (juga) kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam,
Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji’ah, Allah seringkali menyebutkan amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٢)
2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣)
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٤٣)
143. dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
[95] Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
Prinsip Ketiga
Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah adalah bahwasannya mereka tidak mengkhafirkan seorangpun dari kaum muslimin keculai apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Aadapun perbuatan perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir, misalnya meninggalkan sholat karena malas, maka pelaku [dosa besar tersebut] tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika berkehendak Dia akan mengampuninya dan jika Dia berkehendak Dia akan mengadzabnya, namun sipelaku tidak kekal dineraka telah berfirman Allah swt :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (٤٨)
48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini berada ditengah-tengah antara Khowarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murjia’ah yang mengatakan sipelaku besar sebagai mu’min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/maksi’at dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta’at dengan adanya kekafiran.
Prinsip Keempat
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajibnya ta’at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta’atinya namun tetap wajib ta’at dalam kebenaran lainnya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dan dalam sabda Rasulullah saw:
”Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta’at walaupun yang meminpin kalian seorang hamba”[Takhrij Irbadh bin Sanyah]
Dan Ahlus Sunnah memandang bahwa ma’siyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma’shiyat kepada Rasul saw sebagaimana sabdanya :
“Barangsiapa yang ta’at kepada amir [yang muslim] maka dia ta’at kepadaku dan barangsiapa yang ma’shiyat kepada amir maka dia ma’shiyat kepadaku”[HR.Bukharie 4/7137, Muslim 4/juz.12 hal 223 atas Syarah Nawawy]
Kenyataannya keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemungkaran yang besra karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besra baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.
Prinsip Keenam
Dan diantara prinsip-prinsip Ahus Sunnah wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah ta’ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)
10. dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
Dan sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
”Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya”[HR.Bukharie 3/3673]
Beralainan dengan sikap orang-orang ahlul bid’ah baik dari kalangan Rafidhah maupun Kawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat. Ahlus Sunnah memandang bahwa para kalifah setelah Rasulullah saw adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khatab, Usman bin affan dan Ali bin Abi Thalib. Barang siapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.
Prinsip Ketujuh
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasulullah saw dengan sabdanya :
”Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku”[HR.Muslim 5/juz 15 hal 180]
Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah isteri-isterinya sebagai ibu kaum mukminin. Dan sesungguhnya Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka :
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا (٣٢)
32. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[1213] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[1214] dan ucapkanlah Perkataan yang baik,
[1213] Yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.
[1214] Yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit Ialah: orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (٣٣)
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
[1216] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
[1217] Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.
Pada pokonya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi saw dan yang dimaksudkan disini khususnya adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka mereka tidak memilki hak.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (١)
1. binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa[1607].
[1607] Yang dimaksud dengan kedua tangan Abu Lahab ialah Abu Lahab sendiri.
Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa kesholehan dalam ber-dien [Islam], tidak adan manfa’at dari allah sedikitpun baginya.
Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan sesuatu ibadah kepada mereka. Adapun keyakinan bahwa mereka memilki kemampuan untuk memberi manfa’at atau madlarat selain dari Allah adalah bathil :
قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا (٢١)
21. Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak Kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan".
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (١٨٨)
188. Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.
Prinsip Kedelapan
Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam A-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan golongan yang mengingkari adanya karomah tersebut diantaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasiuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syethan-syethan dan para pendusta. Perbedaan karomah adalah kejadian luar biasa lainnya itu jelas, karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta’atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma’shiyat.
Prinsip Kesembilan
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari ktab Allah dan atau Sunnah Rasulullah saw baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti al- khulafaurrasyidin . Dan ahlus sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlulk Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar ketiga yang selalu dijadikan sandaran setelah dua dasar yang pertama yakni Al-qur’an dan As- Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ahlus Sunnah tidak menyakini adanya kema’shuman seseorang selain Rasulullah saw dan mereka tidak berta’ashub pada suatu pendapat sampai pendapat mereka bersesuaian dengan Al-Qur’an dan As-sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad senbarangan kecuali siapa yang telah memnuhi persyaratan tertentu menurut ahlul’ilmi. Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta’ashub dan ahlul bid’ah. Sungguh mereka tetap mentolerir perbedaan yang layak [wajar], bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain, sebagian mereka tetap sholat dibelakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far’i[cabang] diantara mereka. Sedang ahlul bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
Sifat-sifat para penganut ahlus Sunnah :
1. Mereka beramar ma’ruf dan nahi mungkar
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Yaitu amar ma’ruf nahi mungkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan syari, at. Sedang golongan Mu’tazilah mengeluarkan amar ma’ruf nahi mungkar dari apa-apa yang diwajibakan syara, sehingga mereka berpandangan bahawa anar ma’rif nahi munkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan ma’shiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur. Sedang ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kema’shiyatan tanpa harus keluar memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan.
2. Ahlus Sunnah wal Jam’ah menjaga tetap tegaknya syi’ar Islam baik dengan menegakkan sholat jum’ah dan sholat jama’ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul bid’ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan sholat jum’ah dan sholat jama’ah.
3. Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa.
4. Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.
5. Bahwasannya mereka selalu berakhlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahiim, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sobong, dzalim [aniaya]
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦)
36. sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.
Kita memohon kepada Allah swt agar menjadikan kita bagian dari mereka.
20/10/09
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
aku pikir yang ada hanya islam yang kaffah atau tidak kaffah. ahlussunnah wal jama'ah itu khawatir akan menimbulkan sikap ujub. tetapi wallahu a'lam bissawab.
Posting Komentar
Sukran, mari menambah wawasan keislaman.